Sharing is caring. Lets learn together here. *Just posting for reminder and to be remember*

Thursday, May 7, 2020

Bukan Bulan Ramadan Biasa


Bukan Bulan Ramadan Biasa

Oleh : Rirry Asril Putery, M.Pd

Tulisan ini juga sudah dipublikasikan di Majalah Suara Guru Online pada link http://suaraguruonline.com/bukan-bulan-ramadan-biasa/

Bagi umat muslim, datangnya bulan Ramadan sangat dinanti-nantikan. Bulan ramadhan adalah bulan suci, bulan mulia yang penuh dengan keutamaan. Semua gegap gempita menyambut kehadirannya. Namun kali  ini semua tak lagi sama. Tahun ini, bulan Ramadan tiba,  di saat seluruh umat manusia, di semua belahan dunia sedang berjuang melawan musuh bersama, yaitu Covid-19. Efek pandemi Covid-19, berimbas terhadap berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali terhadap ramadan. Pandemi yang tak kunjung usai hingga datangnya ramadan, merupakan suatu kesedihan bagi semua umat muslim di dunia, khususnya di Indonesia.

Ramadan adalah bulan istimewa, penuh ampunan, yang mampu menghapus sekian ribu dosa kita. sedangkan pada bulan yang lain tidak. Manusia itu tempatnya salah dan dosa, oleh karenanya Allah SWT kasih kita Ramadan, untuk menghapus dosa kita yang begitu banyaknya. Usia kita rata-rata paling lama 60 tahun, Allah SWT tahu, walaupun ibadah kita lakukan siang dan malam, tetap tak akan cukup untuk menghapus dosa kita, yang bagai buih di lautan. Tak akan pernah cukup modal kita untuk bertemu Allah, kalau hanya mengandalkan ibadah di luar bulan Ramadan. Sebab itu, Allah SWT kasih kita bulan Ramadan yang penuh ampunan. Sholat dan ibadah lainnya, di bulan lain saja bisa menghapus dosa, apalagi di bulan Ramadan. Oleh karena itu, tak ada yang ingin kehilangan Ramadan, rugi rasanya jika sampai menyia-nyiakannya.

Ketika Ramadan, selain berpuasa selama satu bulan, ada banyak kegiatan pengiring yang dilakukan umat muslimin pada bulan tersebut.  Rangkaian  kegiatan pengiring puasa yang khas atau identik, mulai dari sebelum terbit matahari, hingga sesudah terbenam matahari, membuat umat muslim selalu rindu Ramadan. Antara lain, satgas (satuan petugas) khusus yang berkeliling, dengan menabuh bunyi-bunyian yang terdengar nyaring, untuk membangunkan kaum muslimin sahur; jalan santai setelah Imsak; tadarusan; ngabuburit yang merupakan moment menghabiskan waktu, untuk menunggu beduk adzan Maghrib (biasanya dengan berburu makanan-makanan berbuka puasa, atau hanya sekedar cuci mata); mendengarkan kultum (kuliah tujuh menit); bukber (buka bersama) dengan berbagai komunitas; hingga sholat tarawih di Masjid. Segala kegiatan tersebut, memang sudah menjadi habit atau kebiasaan bagi rakyat Indonesia pada saat Ramadan. Akan tetapi, untuk kali ini, akibat terdampak Covid-19, semua tidak mungkin dilakukan sebagaimana biasanya.

Kali ini semuanya terasa berbeda. Hal ini sudah terasa, sejak sebelum ramadan tiba. Akibat diharuskannya kita untuk phisycal distancing, selama masa tanggap darurat Covid-19, tak ada lagi umat muslim yang sholat berjamaah di Masjid. Karena peduli dan turut berpartisipasi, untuk menghentikan penyebaran virus mematikan ini, MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan maklumat agar Masjid dikosongkan. Semua kegiatan ibadah, dilakukan dari rumah masing-masing. Bahkan, suara lantunan adzan pun, sudah lama tak terdengar, melalui speaker Masjid sebagaimana biasanya. Tahun 2020, semua menjadi serba baru, bukan sesuatu yang biasa kita lakukan dan rasakan, ketika bulan Ramadhan.

Sedih, mungkin itu kata yang bisa menggambarkan perasaan, kaum muslim di Ramadan tahun ini. Walaupun, tidak semua kegiatan khas yang kita lakukan adalah sesuatu yang wajib, bahkan cendrung tak dianjurkan dalam Al-Qur’an, sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan di bulan Ramadan, tapi tak dapat dipungkiri, kegiatan-kegiatan rutin yang selalu dilaksanakan di bulan Ramadan itulah, yang membuat rasa bulan Ramadan, menjadi lebih spesial di hati. Selain puasa, kegiatan sholat tarawih berjamaah adalah ibadah khas yang dilaksanakan di bulan Ramadan. Jika karena masalah waktu, yang tak terburu untuk road trip ke Masjid-Masjid lain, minimal sholat tarawih di Masjid terdekat dengan tempat tinggal, itu selalu diupayakan oleh kaum muslim, untuk mengejar keutamaan ibadah bulan Ramadan. Dari mulai orang tua, hingga anak-anak, berbondong-bondong berjamaah di Masjid. Ini bukan berarti, di luar Ramadan Masjid kosong dari orang yang berjamaah, hanya saja, jumlah kaum muslim yang berjamaah, menjadi berlipat ganda di bulan Ramadan, karena umumnya di luar bulan Ramadan , yang sholat berjamaah di Masjid adalah kaum bapak-bapak atau laki-laki saja.

Kesedihan lainnya, tak hanya menyangkut masalah perubahan pelaksanaan teknis ibadahnya saja. Ngabuburit, istilah yang biasa dipakai oleh umat muslim di Indonesia, yang tujuannya untuk killing the time atau membunuh waktu, menunggu datangnya waktu berbuka puasa, kini pun tak lagi bisa dilakukan. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebelum datangnya Ramadan, juga berdampak pada hilangnya kegiatan ngabuburit. Bagi sebagian orang,  yang memanfaatkan waktu tersebut, untuk berjualan berbagai jenis menu makanan hidangan berbuka puasa, buat sekedar menyalurkan hobi ataupun yang memang mencari tambahan penghasilan,  hilangnya rutinitas ngabuburit ini jelas menjadi sebuah kesedihan yang tak terelakkan.

Namun dibalik itu semua, ada banyak hal positif yang bisa kita ambil, dari bukan Ramadan biasa ini. Dengan segala keterbatasan yang ada, sebenarnya membuat bulan ini menjadi begitu spesial dan bermakna. Di kondisi penuh ancaman dari terjangkitnya Covid-19, setiap orang menjadi ingin lebih mendekatkan diri kepada sang penciptanya. Situasi yang memaksa semua umat muslim, untuk beribadah dari rumah masing-masing, secara lak langsung telah menjadikan; setiap rumah adalah Masjid; setiap rumah melahirkan Imam-imam baru; setiap rumah menciptakan Qori-qori atau generasi Qurani (qurratul ayun). Dengan begitu, ungkapan rumahku adalah syurgaku (bayti hu janati) menjadi sebuah keniscayaan.

Walaupun sangat mengetahui keutamaan ibadah di bulan Ramadan, terkadang dikarenakan urusan dunia, menjadikan sebagian besar manusia masih lalai, dengan yang utama harus dikejar di saat bulan Ramadan. Niat ingin lebih meningkatkan ibadah; niat ingin lebih pandai mengatur waktu antara ibadah dan urusan dunia; niat ingin khatam membaca al-Qur’an; niat ingin sholat Tarawih yang tak putus selama Ramadan; biasanya tumbang dikarenakan kegiatan-kegiatan yang bersifat keduniaan. Terkadang sebagian kita kaum muslim, lebih mengutamakan acara bukber dari pada sholat Tarawihnya. Sehingga niat-niat baik di atas, hanya sebatas wacana dari tahun ke tahun.

Bukan tak menyadari kerugian dari menyia-nyiakan Ramadan. Dalam renungan evaluasi diri, ketika Ramadan berlalu, terbersit ucapan-ucapan di hati, agar tahun berikutnya tak lagi menjadi orang yang merugi, seperti; pokoknya tahun depan mau banyak di rumah saja; mau khatam Al-Qur’an; mau fokus dengan ibadah khususnya sholat-sholat sunnah; mau tak ketinggalan sholat Tarawih dan Tahajud selama Ramadan. Lalu satu per satu undangan bukber dan silaturahim berdatangan, belum lagi urusan kerjaan dan target-target yang tak kalah menyita waktu, membuat berbagai janji tersebut tak terealisasikan bahkan banyak yang tak tercapai tanpa perjuangan yang luar biasa. Padahal syetan sudah terbelenggu, kenapa masih saja kalah?; mengapa menjadi manusia yang tak bersyukur?; apakah masih punya kesempatan menyambut bulan Ramadan berikutnya? terkadang pikiran dan perasaan bersalah, muncul dengan sendirinya, menyusul bacaan istighfar yang terucap seketika.

Tak terasa, Ramadan tahun ini sudah memasuki hari ke Delapan. Sudah lebih dari satu minggu, kita telah menjalani Ramadan yang tak biasa ini. Dengan kondisi yang tak ideal dan berat secara kasat mata, tapi bisa jadi, ini adalah jawaban dari doa-doa kita pada Ramadan sebelumnya. Allah SWT memaksa dengan caraNya, untuk kita semua di rumah saja, agar sebagai hambaNya yang penuh dosa, kita bisa fokus, untuk beribadah mensucikan diri. Bisa jadi ini adalah hadiah terbaik dariNya, dimana kita diberikan waktu spesial untuk merasakan keistimewaan, damai dan indahnya Ramadan dari rumah masing-masing.

Hikmah dari bukan Ramadan biasa ini, semoga menjadikan semua umat muslim, menjadi manusia yang pandai bersyukur, pandai memanfaatkan waktu, dan pandai memperbaiki diri. Yakinlah apapun takdir Allah SWT untuk kita, itu adalah yang terbaik bagi kita. Akan ada banyak kebahagiaan, ketika kita selalu sabar dan bersyukur atas ketentuanNya. Akhir kata penulis berdoa agar ibadahku dan ibadahmu diterima oleh Allah SWT. Semoga Ramadan kita lalui dengan penuh keberkahan,  lepas dari Ramadan nanti kita semua diridhoi untuk kembali menjadi suci atau fitrah, kita semua dilindungi dari wabah mematikan ini, dan Covid-19 segera hilang dari muka bumi.
Aamiin aamiin aamiin ya rabbal alamin.









Share:
Location: Jl. Kp. Utan, Wanasari, Kec. Cibitung, Bekasi, Jawa Barat 17520, Indonesia

2 comments:

  1. Aamiinn, aamiinn ya rabbal 'alamin
    Bagus sekali tulisannya bu rirry. Tertampar sekali saya oleh tulisannya bu.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih apresiasinya bu ratna.. Semoga keberkahan ramadhan bisa kita sama-sama dapatkan ya bu

    ReplyDelete