Bukan Bulan Ramadan
Biasa
Oleh :
Rirry Asril Putery, M.Pd
Bagi
umat muslim, datangnya bulan Ramadan sangat dinanti-nantikan. Bulan ramadhan
adalah bulan suci, bulan mulia yang penuh dengan keutamaan. Semua gegap gempita
menyambut kehadirannya. Namun kali ini
semua tak lagi sama. Tahun ini, bulan Ramadan tiba, di saat seluruh umat manusia, di semua
belahan dunia sedang berjuang melawan musuh bersama, yaitu Covid-19. Efek pandemi
Covid-19, berimbas terhadap berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali terhadap
ramadan. Pandemi yang tak kunjung usai hingga datangnya ramadan, merupakan
suatu kesedihan bagi semua umat muslim di dunia, khususnya di Indonesia.
Ramadan
adalah bulan istimewa, penuh ampunan, yang mampu menghapus sekian ribu dosa
kita. sedangkan pada bulan yang lain tidak. Manusia itu tempatnya salah dan
dosa, oleh karenanya Allah SWT kasih kita Ramadan, untuk menghapus dosa kita
yang begitu banyaknya. Usia kita rata-rata paling lama 60 tahun, Allah SWT tahu,
walaupun ibadah kita lakukan siang dan malam, tetap tak akan cukup untuk
menghapus dosa kita, yang bagai buih di lautan. Tak akan pernah cukup modal
kita untuk bertemu Allah, kalau hanya mengandalkan ibadah di luar bulan
Ramadan. Sebab itu, Allah SWT kasih kita bulan Ramadan yang penuh ampunan. Sholat
dan ibadah lainnya, di bulan lain saja bisa menghapus dosa, apalagi di bulan
Ramadan. Oleh karena itu, tak ada yang ingin kehilangan Ramadan, rugi rasanya jika
sampai menyia-nyiakannya.
Ketika
Ramadan, selain berpuasa selama satu bulan, ada banyak kegiatan pengiring yang
dilakukan umat muslimin pada bulan tersebut. Rangkaian kegiatan pengiring puasa yang khas atau
identik, mulai dari sebelum terbit matahari, hingga sesudah terbenam matahari,
membuat umat muslim selalu rindu Ramadan. Antara lain, satgas (satuan petugas) khusus
yang berkeliling, dengan menabuh bunyi-bunyian yang terdengar nyaring, untuk membangunkan
kaum muslimin sahur; jalan santai setelah Imsak; tadarusan; ngabuburit yang
merupakan moment menghabiskan waktu,
untuk menunggu beduk adzan Maghrib (biasanya dengan berburu makanan-makanan
berbuka puasa, atau hanya sekedar cuci mata); mendengarkan kultum (kuliah tujuh
menit); bukber (buka bersama) dengan berbagai komunitas; hingga sholat tarawih
di Masjid. Segala kegiatan tersebut, memang sudah menjadi habit atau kebiasaan bagi rakyat Indonesia pada saat Ramadan. Akan
tetapi, untuk kali ini, akibat terdampak Covid-19, semua tidak mungkin
dilakukan sebagaimana biasanya.
Kali
ini semuanya terasa berbeda. Hal ini sudah terasa, sejak sebelum ramadan tiba. Akibat
diharuskannya kita untuk phisycal
distancing, selama masa tanggap darurat Covid-19, tak ada lagi umat muslim
yang sholat berjamaah di Masjid. Karena peduli dan turut berpartisipasi, untuk
menghentikan penyebaran virus mematikan ini, MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan
maklumat agar Masjid dikosongkan. Semua kegiatan ibadah, dilakukan dari rumah
masing-masing. Bahkan, suara lantunan adzan pun, sudah lama tak terdengar, melalui
speaker Masjid sebagaimana biasanya. Tahun 2020, semua menjadi serba baru,
bukan sesuatu yang biasa kita lakukan dan rasakan, ketika bulan Ramadhan.
Sedih,
mungkin itu kata yang bisa menggambarkan perasaan, kaum muslim di Ramadan tahun
ini. Walaupun, tidak semua kegiatan khas yang kita lakukan adalah sesuatu yang
wajib, bahkan cendrung tak dianjurkan dalam Al-Qur’an, sebagai sesuatu yang
harus dilaksanakan di bulan Ramadan, tapi tak dapat dipungkiri,
kegiatan-kegiatan rutin yang selalu dilaksanakan di bulan Ramadan itulah, yang
membuat rasa bulan Ramadan, menjadi lebih spesial di hati. Selain puasa,
kegiatan sholat tarawih berjamaah adalah ibadah khas yang dilaksanakan di bulan
Ramadan. Jika karena masalah waktu, yang tak terburu untuk road trip ke Masjid-Masjid lain, minimal sholat tarawih di Masjid
terdekat dengan tempat tinggal, itu selalu diupayakan oleh kaum muslim, untuk
mengejar keutamaan ibadah bulan Ramadan. Dari mulai orang tua, hingga anak-anak,
berbondong-bondong berjamaah di Masjid. Ini bukan berarti, di luar Ramadan
Masjid kosong dari orang yang berjamaah, hanya saja, jumlah kaum muslim yang
berjamaah, menjadi berlipat ganda di bulan Ramadan, karena umumnya di luar
bulan Ramadan , yang sholat berjamaah di Masjid adalah kaum bapak-bapak atau
laki-laki saja.
Kesedihan
lainnya, tak hanya menyangkut masalah perubahan pelaksanaan teknis ibadahnya
saja. Ngabuburit, istilah yang biasa dipakai oleh umat muslim di Indonesia,
yang tujuannya untuk killing the time
atau membunuh waktu, menunggu datangnya waktu berbuka puasa, kini pun tak lagi
bisa dilakukan. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, sebelum datangnya Ramadan, juga berdampak pada hilangnya kegiatan ngabuburit.
Bagi sebagian orang, yang memanfaatkan
waktu tersebut, untuk berjualan berbagai jenis menu makanan hidangan berbuka
puasa, buat sekedar menyalurkan hobi ataupun yang memang mencari tambahan
penghasilan, hilangnya rutinitas
ngabuburit ini jelas menjadi sebuah kesedihan yang tak terelakkan.
Namun
dibalik itu semua, ada banyak hal positif yang bisa kita ambil, dari bukan
Ramadan biasa ini. Dengan segala keterbatasan yang ada, sebenarnya membuat
bulan ini menjadi begitu spesial dan bermakna. Di kondisi penuh ancaman dari
terjangkitnya Covid-19, setiap orang menjadi ingin lebih mendekatkan diri
kepada sang penciptanya. Situasi yang memaksa semua umat muslim, untuk beribadah
dari rumah masing-masing, secara lak langsung telah menjadikan; setiap rumah
adalah Masjid; setiap rumah melahirkan Imam-imam baru; setiap rumah menciptakan
Qori-qori atau generasi Qurani (qurratul
ayun). Dengan begitu, ungkapan rumahku adalah syurgaku (bayti hu janati) menjadi sebuah keniscayaan.
Walaupun
sangat mengetahui keutamaan ibadah di bulan Ramadan, terkadang dikarenakan
urusan dunia, menjadikan sebagian besar manusia masih lalai, dengan yang utama harus
dikejar di saat bulan Ramadan. Niat ingin lebih meningkatkan ibadah; niat ingin
lebih pandai mengatur waktu antara ibadah dan urusan dunia; niat ingin khatam
membaca al-Qur’an; niat ingin sholat Tarawih yang tak putus selama Ramadan;
biasanya tumbang dikarenakan kegiatan-kegiatan yang bersifat keduniaan.
Terkadang sebagian kita kaum muslim, lebih mengutamakan acara bukber dari pada
sholat Tarawihnya. Sehingga niat-niat baik di atas, hanya sebatas wacana dari
tahun ke tahun.
Bukan
tak menyadari kerugian dari menyia-nyiakan Ramadan. Dalam renungan evaluasi
diri, ketika Ramadan berlalu, terbersit ucapan-ucapan di hati, agar tahun
berikutnya tak lagi menjadi orang yang merugi, seperti; pokoknya tahun depan
mau banyak di rumah saja; mau khatam Al-Qur’an; mau fokus dengan ibadah
khususnya sholat-sholat sunnah; mau tak ketinggalan sholat Tarawih dan Tahajud
selama Ramadan. Lalu satu per satu undangan bukber dan silaturahim berdatangan,
belum lagi urusan kerjaan dan target-target yang tak kalah menyita waktu,
membuat berbagai janji tersebut tak terealisasikan bahkan banyak yang tak
tercapai tanpa perjuangan yang luar biasa. Padahal syetan sudah terbelenggu, kenapa
masih saja kalah?; mengapa menjadi manusia yang tak bersyukur?; apakah masih
punya kesempatan menyambut bulan Ramadan berikutnya? terkadang pikiran dan
perasaan bersalah, muncul dengan sendirinya, menyusul bacaan istighfar yang
terucap seketika.
Tak
terasa, Ramadan tahun ini sudah memasuki hari ke Delapan. Sudah lebih dari satu
minggu, kita telah menjalani Ramadan yang tak biasa ini. Dengan kondisi yang
tak ideal dan berat secara kasat mata, tapi bisa jadi, ini adalah jawaban dari doa-doa
kita pada Ramadan sebelumnya. Allah SWT memaksa dengan caraNya, untuk kita
semua di rumah saja, agar sebagai hambaNya yang penuh dosa, kita bisa fokus,
untuk beribadah mensucikan diri. Bisa jadi ini adalah hadiah terbaik dariNya,
dimana kita diberikan waktu spesial untuk merasakan keistimewaan, damai dan
indahnya Ramadan dari rumah masing-masing.
Hikmah
dari bukan Ramadan biasa ini, semoga menjadikan semua umat muslim, menjadi manusia
yang pandai bersyukur, pandai memanfaatkan waktu, dan pandai memperbaiki diri. Yakinlah
apapun takdir Allah SWT untuk kita, itu adalah yang terbaik bagi kita. Akan ada
banyak kebahagiaan, ketika kita selalu sabar dan bersyukur atas ketentuanNya. Akhir
kata penulis berdoa agar ibadahku dan ibadahmu diterima oleh Allah SWT. Semoga
Ramadan kita lalui dengan penuh keberkahan,
lepas dari Ramadan nanti kita semua diridhoi untuk kembali menjadi suci
atau fitrah, kita semua dilindungi dari wabah mematikan ini, dan Covid-19
segera hilang dari muka bumi.
Aamiin
aamiin aamiin ya rabbal alamin.